Cemas "Kiamat Internet" Mengancam Indonesia
Sabtu, 27 September 2014
Add Comment
Jika bisnis IM2 dinyatakan bersalah, internet Indonesia tutup.
Awal pekan ini, puluhan penggiat, pengusaha, pelaku, dan komunitas internet berkumpul di Gedung Indosat, Jakarta Pusat. Mereka fokus membahas satu hal penting.
Tandanya, pertemuan dilangsungkan tertutup. Pewarta tidak diizinkan
mengikuti. Setelah berjalan sekitar 30 menit, pewarta baru
diperbolehkan masuk.
Komunitas internet itu pun mengumumkan hal yang mengejutkan. Selasa
lalu, disampaikan 400 penyedia jasa internet (ISP) di Indonesia,
sepakat bakal tak lagi menyediakan akses internet. Pengumuman yang
menghebohkan.
Langkah ini memang bukan hadir tanpa sebab. Pangkalnya sepekan
sebelumnya, saat mantan Direktur Utama IM2, Indar Atmanto, dieksekusi
oleh Kejaksaan Agung untuk dijebloskan ke LP Sukamiskin, Bandung.
Eksekusi itu dijalankan usai kasasi yang diajukan Indar atas kasus
penyalahgunaan frekuensi 2,1 Ghz oleh IM2 pada 2006-2007, ditolak oleh
Mahkamah Agung.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), bersama
dengan komunitas internet lainnya bereaksi atas putusan kasasi itu.
Mereka khawatir dan cemas, serta berusaha mencari kepastian hukum dari
kasus Indar Atmanto ini.
Menurut asosiasi dan pelaku industri, apa yang telah dilakukan
Indar dan IM2, telah sesuai dengan peraturan yang ada. Bahkan,
Kementerian Kominfo dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI)
menganggap hal tersebut telah sesuai dengan regulasi yang ada.
Sayangnya, penegak hukum tidak sepaham dengan pelaku industri dan regulator telekomunikasi.
Ketua Umum APJII, Sammy Pangerapan, mengatakan,
pangkal rumitnya kasus ini yakni perbedaan persepsi antara pelaku
industri internet dengan penegak hukum, pada cara pandang antara
frekuensi dan jaringan.
Sammy menegaskan, frekuensi merupakan alokasi kanal tertentu,
sedangkan jaringan merupakan wujud infrastruktur dari frekuensi. Menurut
dia, cara pandang penegak hukum menganggap apa yang dilakukan Indar
melalui IM2 adalah menyalahi frekuensi, atau menggunakan frekuensi
Indosat, yang bukan atas lisensinya.
Padahal sebaliknya, kata Sammy, IM2 berbagi jaringan dengan Indosat, bukan berbagi frekuensi.
Awal Mula Kasus
Kasus yang menjerat Indar itu berawal dari perjanjian kerja sama
antara IM2 dan induk perusahaan, PT Indosat Tbk dalam hal penggunaan
frekuensi 2,1 Ghz pada 2006-2007. Namun, belakangan perjanjian kerja
sama itu dianggap menyalahi aturan terkait penggunaan bersama frekuensi
jaringan.
Perjanjian bisnis ini dipermasalahkan dan membuat Indar akhirnya
dimejahijaukan. Pada tingkat Pengadilan Tipikor Jakarta, Indar divonis 4
tahun penjara dan uang pengganti Rp1,3 triliun.
Hukuman Indar diperberat di tingkat banding. Pengadilan Tinggi
Jakarta memvonis Indar dengan tambahan hukuman menjadi 8 tahun penjara
dengan pengganti sama Rp1,3 triliun.
Upaya hukum dengan mengajukan kasasi, tetap nihil. Kasasi ditolak
Mahkamah Agung sampai kemudian Indar dieksekusi pada dua pekan lalu.
Kiamat Internet
Kesepakatan bakal mengakhiri akses dari para pelaku industri
internet itu buntut dari ketidakpuasan atau protes atas ketidakpastian
hukum yang menyelimuti bisnis internet.
Kesepakatan itu pun disambut dengan was-was pengguna maupun
penggiat internet. Meski pahit, tapi pelaku industri internet RI tak
punya pilihan.
Sebab, jika putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap memutuskan Indar bersalah, para ISP akan tiarap. Sebab, bisnis yang dijalankan para ISP di Indonesia sama dengan skema bisnis yang dipraktikkan IM2.
Untuk itu, jika IM2 dianggap bersalah, semua ISP konsekuensinya juga bersalah. Otomatis tak akan ada akses internet di Indonesia alias kiamat internet.
"Apa yang dilakukan IM2 dan Indosat
itu sama dengan skema bisnis yang dilakukan ISP-ISP yang ada," ujar
Sammy dihubungi VIVAnews, Selasa 23 September 2014.
Layaknya gambaran akhir zaman, matinya akses internet di Indonesia
bakal mengacaukan kehidupan dan aktivitas transaksi. Layanan publik
maupun ATM, sampai antrean bakal kacau balau. Belum lagi soal potensi
kerugian yang melanda.
Hasil kajian IDX memperkirakan, jika internet di Tanah Air mati, Indonesia bakal merugi secara finansial.
"Kerugian transaksi finansial yang akan terjadi mencapai Rp1,5
miliar. Artinya, kerugian akan mencapai Rp90 miliar per jam," kata Sammy
mengutip data IDX.
Selain soal kerugian finansial dan lumpuhnya aktivitas masyarakat,
Sammy mengatakan, target akses internet Indonesia dengan sendirinya tak
akan tercapai.
Untuk diketahui, dalam Millenium
Development Goal (MDG) 2015, Indonesia menargetkan penetrasi internet
mencapai 50 persen dari jumlah populasi warga Indonesia. Saat ini saja,
sebelum akhir 2014, penetrasi baru mencapai 28 persen dari target
pembangunan milenium tersebut.
Upaya Hukum
Pelaku industri internet tak tinggal diam, meski putusan kasasi menyatakan Indar dan bisnis IM2 dinyatakan bersalah.
Guna menyelamatkan industri internet Indoneisa, muncul petisi yang
digagas Onno Center milik penggiat internet, Onno W. Purbo. Sama dengan
penyataan APJII dan pelaku industri internet lain, petisi ini menyatakan
pola bisnis IM2 dan ratusan ISP adalah sama dan sudah sesuai dengan
ketentuan UU Telekomunikasi serta praktik usaha telekomunikasi yang
ada.
"Tidak ada hukum yang dilanggar, apalagi melakukan tindak pidana
korupsi. IM2 hanyalah sebuah ISP dan menyewa bandwidth secara legal ke
Indosat. Tidak melakukan korupsi apa pun dan tidak perlu mempunyai izin
frekuensi," tulisnya dalam petisi tersebut yang dipublikaskan pada 24
September 2014.
Petisi yang ditujukan untuk Mahkamah Agung, Badan Pengawas Mahkamah
Agung, dan Menkominfo ini mengajukan beberapa tuntutan, yaitu :
1. Kembali ke UU Telekomunikasi.
2. Membenarkan ISP menyewa bandwidth ke operator seluler tidak perlu izin frekuensi.
3. Pemerintah wajib melindungi ISP yang telah memperoleh lisensi dan menjalankan kewajiban dengan baik dan benar.
4. Bebaskan Indar Atmanto dan IM2 dari vonis/tuduhan. 5. Kembalikan nama baik Indar Atmanto dan IM2.
APJII juta tak tinggal diam dengan kemelut yang tengah mengintai bisnis internet RI. Sammy mengatakan, asosiasi mempertimbangkan dua jurus pamungkas.
"Kami juga akan mengkaji untuk mengajukan peninjauan kembali (PK)
ke Mahkamah Agung sebagai pihak terkait, karena apa yang terjadi pada
IM2 bisa berdampak kepada kami. Kalau kemarin kasasi kan hanya memeriksa
proses persidangan, tapi kalau PK kan masuk pada substansi materi,"
ujar Sammy, yang berharap tingkat PK nanti berbalik arah, menggugurkan
putusan pengadilan di bawahnya.
Jika upaya PK gagal, APJII pun tak ingin angkat tangan. Demi
menyelamatkan industri internet, asosiasi bahkan rela untuk memintakan
pengampunan dari presiden atau grasi.
"Ya tidak ada cara lain, kami ajukan grasi. Kami harus mengalah,
mengaku salah tapi dimaafkan. Karena untuk menyelamatkan industri.
Pokoknya grasi atau apa pun, yang pasti harus ada intervensi dari
presiden," tegas dia.
Keprihatinan ancaman kiamat internet juga dirasakan Kementerian
Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Lembaga yang dipimpin Menteri
Tifatul Sembiring itu juga mengaku tak akan membiarkan kasus melenggang
dan mengancam bisnis internet Indonesia.
"Kami menunggu surat dari para pelaku industri. Kominfo tidak
berubah dari posisi awal menyatakan sesungguhnya skema bisnis IM2 itu
sudah benar dan tak melanggar," ujar Kepala Pusat Informasi dan Humas
Kominfo, Ismail Cawidu, Rabu 24 September 2014.
Cawidu menegaskan, kementerian, melalui Tifatul Sembiring, pada
November 2012 sudah menyurati Kejaksaan Agung, dengan surat bernomor T
684/M.KOMINFO/KU.O4.01/11/2012, yang menegaskan kerja sama Indosat dan
IM2 telah sesuai aturan.
Untuk memastikan industri internet tak terganggu, Cawidu mengatakan Kominfo bakal mengirimkan surat kembali ke pengadilan.
"Kami berharap kasus itu tak dikuatkan lagi. Makanya dengan surat
para ISP, kami pelajari lagi dan kirim surat, komunikasikan lagi dengan
Mahkamah Agung," ujarnya.
Cawidu berharap upaya hukum lanjut dari Indar Atmanto tidak
dikuatkan pada tahap peninjauan kembali. Dengan demikian, industri
internet Indonesia bakal lebih terjamin.
Hikmah IM2
Kasus yang sudah berjalan tak bisa dihentikan. Sammy mengatakan,
ada pelajaran yang bisa diambil dari kasus pelik itu. Ia menekankan
pentingnya cara pandang yang sama dalam hal industri internet dan
telekomunikasi Indonesia.
Buktinya, kata dia, perbedaan persepsi antara konsep frekuensi dan jaringan menjadi sumber berlarutnya kasus itu.
"Jadi, perlu cara pandang yang sama. Jangan sampai orang bisa
menjelaskan hal yang salah kepada penegak hukum. Pelajaran lain perlunya
kami melakukan sosialisasi kepada instansi terkait, mengenai industri
kami. Jadi, jangan sampai ada orang yang salah menjelaskan tentang
industri ini," kata dia.
Sammy mengatakan, sebenarnya kasus ini tak perlu terjadi jika jauh
hari sebelumnya koordinasi antarlembaga pemerintah berjalan dengan
baik.
"Kalau pada saat kejaksaan melihat laporan dari masyarakat,
mengenai ISP IM2 itu, terus dikaji. Nah, kejaksaan harusnya bertanya ke
instansi yang terkait, berkoordinasilah antara kejaksaan dan Kominfo
yang menaungi hal ini," jelasnya.
Jika langkah koordinasi itu sedari dini dilakukan, menurut dia,
kasus tak berlarut sampai seperti ini. Sammy menegaskan, jika memang
praktik IM2 pada 2006/2007 melanggar peraturan, pasti Kominfo saat itu
merupakan pihak pertama yang akan menindak IM2.
"Kalau nggak dilakukan, Kominfo bisa dituntut karena melakukan pembiaran," katanya.
0 Response to "Cemas "Kiamat Internet" Mengancam Indonesia "
Posting Komentar